Minggu, 03 Januari 2010

Seberapa besar pengaruh krisis global dalam perekonomian Indonesia

MENYELAMATKAN PEREKONOMIAN INDONESIA DARI KRISIS FINANSIAL GLOBAL






Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat telah membawa dampak bagi stabilitas perekonomian dunia. Krisis tersebut berawal dari pemberian kredit yang sangat ekspansif (mekanisme Sub Prime Mortgage), sehingga menyebabkan lembaga keuangan dan penjamin simpanan mengalami kerugian. Keadaan tersebut memicu hilangnya kepercayaan kepada lembaga keuangan dan pasar keuangan. Keterikatan sistem keuangan dengan pasar keuangan global pada akhirnya membawa dampak krisis tersebut bagi perekonomian dunia.

Sebagai negara yang menjadi bagian dari perekonomian dunia, Indonesia akan terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari krisis keuangan di Amerika Serikat. Pertanyaan kritis yang patut diajukan adalah, apakah dampak krisis keuangan Amerika Serikat tersebut akan sangat serius bagi Indonesia, sehingga kita dapat kembali pada situasi krisis ekonomi tahun 1997/1998 yang lalu? Melihat pra kondisi, faktor pemburuk isu-isu non-ekonomi yang sungguh berbeda antara keadaan tahun 1998 dengan tahun 2008, maka kekhawatiran akan terjadinya kembali krisis seperti pada tahun 1998, menurut Presiden Yudhoyono adalah sesuatu yang berlebihan. Tentunya apabila policy respons dari Pemerintah dan Bank Indonesia mendapat dukungan masyarakat dengan menghindari kepanikan serta tetap berpikir positif dan rasional.

Perbandingan Situasi 1998 dengan 2008
Dihadapan peserta Sidang Kabinet Paripurna pada tanggal 15 Oktober 2008 di Gedung Utama Setneg Lantai 3, Presiden RI menjelaskan adanya situasi yang berbeda antara tahun 1998 pada saat Indonesia menghadapi krisis keuangan, dengan situasi 2008 saat ini. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan efek dari krisis yang terjadi di Asia. Krisis tersebut disebabkan oleh tiga hal utama, yakni fundamental, market panic dan vulnerabilities, yang akhirnya menghantam Indonesia sampai pada titik nadir, yakni membuat terjadinya perubahan kepemimpinan. Krisis di Indonesia menjadi sangat ”severe” karena faktor-faktor lain ikut memperburuk situasi, seperti misgovernment, corruption, political transition, insecurity of the ethnic chinese, the fall of oil price, suffered from drought, dan the break down in public order and communal effect.

Situasi perekonomian Indonesia waktu itu lebih buruk lagi, yang ditandai oleh lack of demand, drastic decline in private investment, public investment expenditures were reduced significantly, drastic fall in output, dan drastic fall in real income. Sementara itu budget deficit pada tahun 1998 mencapai 8,5 % dari GDP. Tidak seperti yang dianjurkan Keynes mengenai ekspansi fiskal - yakni anggaran diperuntukkan bagi stimulasi pertumbuhan-, pada kenyataannya anggaran lebih banyak digunakan untuk food and othes subsidies for the poor atau social safety net.


Pada tahun 1999, proses recovery atas kondisi krisis disandarkan pada 4 (empat) langkah kebijakan, yakni the restoration of private demands, the restoration of confidence, the efficient cleaning up of the banking system, and the corporate debt resolution. Sampai dengan tahun 2008, telah banyak kemajuan yang dicapai oleh pemerintahan di era reformasi. Berbagai macam perbaikan pada semua sektor mulai dilakukan, sehingga menyebabkan situasi yang ada pada tahun 2008 berbeda dengan situasi pada tahun 1998 pada saat menghadapi krisis.


Berbagai macam capaian dan kemajuan dalam perekonomian, merupakan modal tersendiri bagi Indonesia untuk menghadapi krisis keuangan 2008 dengan optimis dan percaya diri sehingga diharapkan tidak lagi menjadi krisis ekonomi serius seperti tahun 1998. Situasi tersebut antara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jalur di atas 6 %, size perekonomian meningkat lebih dari dua kali yang diiringi dengan pendapatan per kapita, sumber pertumbuhan makin bertumpu pada sumber dalam negeri, risiko ekonomi makro makin menurun, perbankan yang jauh lebih sehat, dan persiapan menghadapi krisis yang lebih baik.


Direktif Presiden
Dengan situasi yang berbeda dan jauh lebih baik dibanding tahun 1998, menurut Presiden Yudhoyono pada Sidang Kabinet, yang tidak hanya dihadiri para Menteri dan Ketua/Kepala LPND, tapi juga dihadiri oleh para Gubenur, KADIN Pusat dan KADIN Daerah, dinyatakan bahwa tidak sepatutnya muncul kepanikan dalam menghadapi krisis keuangan Amerika Serikat. Dengan tetap berpikir positif dan rasional, situasi krisis justru akan dapat dihadapi dengan elegan.

Direktif Pertama
Tetap optimis, bersatu dan bersinergi untuk memelihara momentum pertumbuhan serta mengelola dan mengatasi dampak krisis keuangan Amerika Serikat. Dengan sikap seperti itu, diharapkan kepercayaan masyarakat tetap terjaga.

Direktif Kedua
Pertahankan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%, dengan menjaga pembelanjaan pemerintah, investasi, ekspor dan impor. Krisis tahun 1998 memberikan pelajaran mengenai pentingnya sabuk pengaman perekonomian, salah satunya dengan memanfaatkan perekonomian domestik.

Direktif Ketiga
Optimalkan APBN 2009 untuk tetap memacu pertumbuhan dan membangun social safety net. Alokasi untuk pembangunan infrastruktur dan stimulasi pertumbuhan lainnya harus cukup (growth and employment), serta yang lebih penting juga adalah alokasi untuk penanggulangan kemiskinan (social safety net) harus tetap tercukupi. Melalui program 3 kluster, yakni: kluster pertama, Jaminan Sosial melalui Bantuan Langsung Tunai, Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Program Keluarga Harapan (PKH); kluster kedua, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (Mandiri); serta kluster ketiga, Kredit Usaha Rakyat – pemerintah berupaya sekuat tenaga untuk tetap memenuhi hak-hak kaum miskin. Defisit anggaran juga harus tepat dan rasional, sehingga tetap dapat dibiayai dalam situasi keuangan global saat ini dan tidak mengganggu pencapaian “sasaran kembar” yakni pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity). Selain itu efisiensi dan pembatasan pada pembelanjaan yang konsumtif dan yang dapat ditunda harus tetap dilakukan.

Direktif Keempat
Dunia usaha (sektor riil) harus tetap bergerak, meskipun ekspansi bisa berkurang. Dengan demikian pajak dan penerimaan negara tetap terjaga serta pengangguran tidak bertambah. Kondisi ini menuntut BI (dengan jajaran perbankan) untuk dapat menjamin kredit dan likuiditas. Pemerintah dalam hal ini telah mengeluarkan kebijakan regulasi, iklim dan insentif agar sektor riil tetap bergerak. Sementara itu kalangan swasta memiliki kewajiban untuk lebih resilient dan terus mempertahankan kinerja, tetap mencari peluang, dan share the hardship.

Direktif Kelima

Cerdas menangkap peluang (opportunity) untuk melakukan perdagangan dan kerjasama ekonomi lainnya dengan dunia. Peluang yang ada itu antara lain, ekonomi Asia -terutama RRC- diperkirakan dalam kondisi yang stabil. Kesempatan pertemuan puncak ASEM di Beijing harus ditangkap dengan baik. Kondisi lainnya juga harus dicermati, seperti diperkirakannya pasar di Amerika dan Eropa akan lebih tertutup/melemah, sehingga akan mempengaruhi ekspor Indonesia. Bagi Indonesia, tantangan seperti itu harus dijawab dengan menghasilkan produk-produk yang lebih kompetitif.

Direktif Keenam

Kampanye besar-besaran untuk mengkonsumsi produk-produk dalam negeri. Agar nett ekspor-impor positif dan agar neraca pembayaran (BOP) tidak terancam defisit. Apalagi Visi 2005 telah menetapkan pasar domestik menjadi semakin kuat dan tumbuh. Menteri terkait perlu memberikan insentif/disinsentif agar semua kalangan benar-benar lebih mengkonsumsi produk dalam negeri. Instruksi kepada jajaran pemerintah (melalui Inpres) agar dalam procurement mengutamakan produk industri nasional (dengan menghentikan budaya fee yang tidak masuk akal). Mencegah dumping barang luar negeri yakni barang-barang yang tidak tembus ke pasar Amerika Serikat, yang belok ke pasar ”emerging markets”.

Direktif Ketujuh
Perkokoh sinergi dan kemitraan (partnership) diantara Pemerintah, Bank Indonesia, dan Swasta/Dunia Usaha. Upaya ini dilakukan dengan mencegah dan menghilangkan mistrust dan prejudice dengan motto ”semua berperan semua penting”. Swasta/Bisnis berperan dalam pajak dan lapangan kerja, sehingga berdampak pada penerimaan (revenue) untuk membiayai pembangunan, sementara BI dan perbankan dengan menggunakan kebijakan moneter untuk mendanai sektor riil dan mengelola inflasi. Jika ada masalah kiranya dapat dipecahkan dengan baik, mencegah tindakan unilateral sepanjang bukan merupakan tindakan yang melanggar hukum. Pengalaman krisis 1998 yang menjadi pelajaran penting agar tidak terulang lagi adalah tidak adanya saling kepercayaan, tidak ada kebersamaan, sikap mental buruk yakni ”perusahaan boleh bangkrut, tetapi saya pribadi harus tetap jaya” atau ”sambil ngurusi, cari rejeki (alias korupsi)”

Direktif Kedelapan

Hentikan dan ubah sikap ego sektoral dan business as usual. Saat ini bukan saatnya lagi untuk berlarut-larut dalam konflik diantara lembaga pemerintah, lembaga negara atau antara pemerintah dan swasta. Dengan situasi perekonomian yang berat dan kondisi rakyat yang semakin susah dalam menghadapi hidup, konflik seperti itu memalukan, menghambat momentum dan merusak kepercayaan. Betapapun penting dan kuatnya sebuah institusi tidak akan pernah bisa bekerja sendiri.

Direktif Kesembilan
Memasuki tahun politik (2008-2009) yang perlu ditonjolkan adalah politik non partisan (untuk kepentingan rakyat), dengan menomor-duakan kepentingan kelompok. Dengan tahun politik tersebut, Pemerintah, Bank Indonesia, DPR, DPD, kalangan Bisinis, dan pelaku lainnya diharapkan sungguh-sungguh dapat berperan positif dan konstruktif.

Direktif Kesepuluh
Perlunya komunikasi yang tepat dan bijak kepada rakyat. Bersikap jujur dengan tidak memberi angin surga, namun tetap positif dan optimis sehingga tidak menimbulkan kepanikan. Mencegah statement yang bukan kewenangannya, maupun yang tidak perlu.

Pembangunan Ekonomi ke Depan : Grand Srategy
Dalam arahannya dihadapan peserta Sidang Kabinet, Presiden Yudhoyono menetapkan 8 (delapan) grand strategy pembangunan ekonomi ke depan yaitu :
  1. Menggunakan dan meningkatkan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri, agar tidak senantiasa terhantui oleh bahaya arus modal ke luar negeri (capital out flow)
  2. Meningkatkan tabungan (saving) dalam negeri sebagai sumber investasi domestik
  3. Memperkuat perekonomian domestik, termasuk pasar dalam negeri, agar pertumbuhan perekonomian (growth) tidak hanya mengandalkan ekspor, yang setiap saat bisa terancam manakala ekonomi dunia mengalami resesi.
  4. Meningkatkan daya beli masyarakat, demikian juga spending pemerintah dan swasta, agar pasar domestik makin tumbuh dengan baik.
  5. Menggalakkan penggunaan produk dalam negeri (barang dan jasa), agar neraca pembayaran kita aman (tidak defisit) dan devisa kita tidak terkuras
  6. Meningkatkan ketahanan dan kecukupan kebutuhan rakyat, terutama pangan, agar ketika dunia mengalami krisis ekonomi, kebutuhan rakyat tetap dapat dipenuhi.
  7. Memajukan ekonomi daerah di seluruh provinsi, kabupaten dan kota agar semua daerah dapat menjadi sumber, kekuatan dan sabuk pengaman perekonomian nasional.
  8. Mengelola dan mendayagunakan sumber daya alam, terutama minyak, gas, batubara dan minyak kelapa sawit, agar benar-benar dapat meningkatkan penerimaan negara, dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Instruksi Khusus kepada Gubernur, Bupati dan Walikota
Dalam sistem pemerintahan desentralisasi, pemerintah daerah memiliki peran yang strategis dan penting untuk menopang kekuatan nasional. Oleh karena itu, Presiden Yudhoyono juga telah memberikan instruksi khusus kepada Gubernur, Bupati dan Walikota, yaitu :
  1. Bangun ekonomi di daerah agar terus tumbuh (growth), jaga stabilitas harga (inflation), ciptakan terus lapangan kerja (employment), terus kurangi angka kemiskinan (poverty reduction)
  2. Ke depan, pidato Presiden di hadapan DPR dan DPD akan mencantumkan capaian/kinerja masing-masing provinsi, kabupaten dan kota tentang 4 (empat) hal yaitu growth, inflation, unemployment, poverty.
Demikian direktif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dihadapan peserta Sidang Kabinet tanggal 15 Oktober 2008, yang dihadiri tidak hanya para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, tapi juga para Gubernur, Ketua KADIN Pusat dan ketua KADIN Daerah tingkat provinsi seluruh Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar