Senin, 09 November 2009

Perekonomian dan Pembangunan Di Indonesia pada saat ini

Pembangunan Ekonomi Indonesia

Tinjauan Umum

Secara umum, ekonomi Indonesia mengalami perbaikan dan peningkatan pada tahun 2005. Produk Domestik Bruto (PDB, gbr. 1) meningkat setiap tahunnya, dari 3,8% pada tahun 2001 menjadi 5,6% pada tahun 2005. Keberlanjutan perbaikan pada tahun 2005 merupakan catatan penting karena dicapai setelah melewati beberapa kejadian seperti bencana tsunami dan gempa bumi di provinsi Aceh dan pulau Nias ; perubahan dalam prosedur anggaran yang berakibat lambatnya kucuran dana pembangunan; menurunnya nilai rupiah ; meningkatnya harga minyak dalam negeri,meningkatnya inflasi dan tingkat suku bunga.

Tingginya inflasi dan tingkat suku bunga menghambat baik konsumsi pribadi maupun pengeluaran iiv class="right">

Tingginya inflasi dan tingkat suku bunga menghambat baik konsumsi pribadi maupun pengeluaran investasi ketika tahun berganti. Pertumbuhan konsumsi pribadi (gbr.2) mengalami perlambatan 1 persentase poin menjadi 4.0%, pada saat pertumbuhan investasi tetap, setelah mengarah pada perbaikan, mengalami perlambatan sekitar 4 persentase poin ke 9,9%. Konsumsi Pemerintah meningkat sebesar 8% (gbr.3) demikian juga dengan tingkat tabungan. Hal ini membuktikan bahwa konsumsi pribadi menjadi penggerak pertumbuhan pada tahun-tahun terakhir, setelah mengalami kemunduran antara tahun 2001 dan 2004 (meskipun mengalami sedikit perbaikan pada tahun 2005).

Foreign Direct Investment (FDI) pada sektor selain minyak, gas dan keuangan meningkat dua kali lipat menjadi US$ 8,9 miliar dari US$ 4,6 miliar di tahun 2004. namun nilai ini masih kecil dibanding pada saat FDI sebesar US$ 39,7 miliar pada tahun 1995 (meliputi minyak, gas dan keuangan).

Subsidi bahan bakar menjadi sebuah isu sensitif pada tahun 2005 seiring dengan merambatnya harga minyak dunia, menambah beban berat anggaran serta mendorong tidak efisiennya penggunaan produk minyak tanah. Pada bulan Maret, Pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi produk ini menjadi 29% , akan tetapi dengan kurangnya kebijakan, kuatnya permintaan dan harga-harga yang melambung tinggi, mendorong meningkatnya impor minyak, menjadikan neraca pembayaran mengalami defisit pada kuarter kedua. Pasar keuangan bereaksi tajam; rupiah melemah pada bulan Agustus mencapai titik terendah sejak tahun 2002, pasar saham melemah dan modal perseorangan mengalir keluar dengan cepat. Cadangan devisa menipis lebih dari US$ 5 miliar dalam 5 bulan sampai September pada saat BI mempergunakan devisa untuk membiayai impor yang berhubungan dengan minyak dan sekaligus melakukan intervensi rupiah.

Pada bulan Oktober, Pemerintah mengambil langkah lebih berani yang menggandanya harga minyak dengan memotong biaya subsidi. Bank Indonesia juga menaikkan kebijakan tingkat suku bunga 1 bulan dengan 4% sampai 12,75% antara bulan September-Desember untuk mendukung rupiah dan menekan inflasi. Pergerakan ini untuk mengembalikan kepercayaan investor, namun juga menekan inflasi dan memperlambat pengeluaran konsumen.

Indonesia mengalami perlambatan secara signifikan pertumbuhan ekspor di sektor-sektor yang secara tradisional memiliki keuntungan komparatif termasuk mebel, minyak kelapa sawit, karet, tekstil, dan sepatu/sandal. Dalam beberapa kasus, ekspor mengalami kemunduran secara absolut. Tingkat pertumbuhan rata-rata untuk ekspor non-migas melambat sebesar 13% dalam tahun-tahun belakangan, dari semula sebesar 17% sebelum krisis keuangan Asia.

Meningkatnya biaya buruh, inflasi tinggi, dan nilai mata uang yang relatif menguat telah menggerus kemampuan ekonomi untuk bersaing di pasaran ekspor. IMF memperkirakan bahwa dalam tahun 2004, unit biaya buruh lebih tinggi 35% dalam dollar daripada sebelum 1997. Sementara, di saat yang bersamaan, RRC dan Viet Nam telah menjadi pesaing yang gigih bagi pasaran ekspor tradisional Indonesia. Pada 2005, ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia ke pasar utamanya menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Terjadi penurunan di pasaran Uni Eropa, ketika kuota berakhir 31 Desember 2004. Namun Indonesia mendapatkan peningkatan pasar di Amerika Serikat terutama untuk pasaran ekspor pakaian katun (hingga 17%) pada 2005. Persaingan ini akan semakin ketat dengan adanya Bangladesh dan India.

Investasi yang lemah secara umum juga menghambat daya kompetisi Indonesia. Hal ini tidak hanya karana kurangnya investasi bidang manufaktur, namun juga di sektor transportasi, pelabuhan, dan infrastruktur lain yang mempengaruhi biaya eksportir.

Prospek Ekonomi Indonesia 2007-2011

Dalam jangka waktu menengah (2007-2011), kinerja ekonomi Indonesia terlihat menggembirakan. Langkah percepatan pelaksanaan reformasi kebijakan struktural dan mempertahankan stabilitas makroekonomi adalah kunci meraih pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan berkelanjutan.

Untuk mensukseskan pelaksanaan reformasi struktural, Indonesia harus meningkatkan arus investasi dan mengatasi berbagai masalah perburuhan yang ada. Salah satu tujuan perkuatan struktur ekonomi melalui peningkatan arus investasi adalah memperbesar penyerapan angkatan kerja. Dengan angka penyerapan angkatan kerja yang tinggi tingkat pengangguran angka dan kemiskinan akan turun yang pada akhirnya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik. Beberapa tolok ukur utama dalam menangani masalah pengangguran dan kemiskinan adalah:

1. Kebijakan Moneter dan Fiskal

Di sektor moneter, Bank Indonesia akan meneruskan upayanya untuk memperbaiki dan meningkatkan berbagai tolok ukur perkuatan stabilitas moneter guna mendukung ekonomi nasional yang berkelanjutan. Di sektor fiskal, Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan sektor ini dengan mempertahankan konsolidasi keuangan pemerintah untuk menjaga kelangsungan kondisi fiskal dan meningkatkan stabilitas makro.

2. Kebijakan Investasi dan Ketenagakerjaan

Kebijakan peningkatan pertumbuhan ekonomi perlu difokuskan pada penciptaan lapangan kerja. Beberapa program ekonomi dapat dilaksanakan guna meningkatan pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor investasi. Program-program yang berkaitan dengan peningkatan iklim investasi dan infrastruktur perlu dilanjutkan deAngan memusatkan perhatian di bidang pengawasan dan penyelesaian masalah yang muncul dalam pelaksanaan kebijakan seperti penegakan hukum, reformasi birokrasi, dan ketenagakerjaan. Sementara itu, kebijakan ketenagakerjaan perlu difokuskan ke upaya (i) peningkatan angka kesempatan kerja dan (ii) intensifikasi produktivitas angkatan kerja.


http://www.indonesian-consulate.hk/new/index.php?do=business&language=ind&page=2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar